Mindless Work: Kebiasaan Bekerja Tanpa Kesadaran
September 17, 2022 2022-10-25 11:33Mindless Work: Kebiasaan Bekerja Tanpa Kesadaran
Mindless Work: Kebiasaan Bekerja Tanpa Kesadaran
Jika mindfulness dapat diartikan sebagai sebuah situasi wawas diri atau mengoreksi diri secara jujur, maka mindless work dapat diartikan sebagai situasi kerja yang tidak disertai dengan kewawasan diri atau kesadaran diri. Secara umum, kata mindless sendiri diartikan sebagai kata sifat yang dikorelasikan dengan sebuah tindakan yang tidak memikirkan konsekuensi atau pertimbangan. Dalam konteks pekerjaan, mindless work maksudnya adalah kita hanya melakukan pekerjaan saja tanpa benar-benar menggunakan mental effort. Secara sederhana, mental effort adalah upaya yang kita lakukan untuk mengerjakan sesuatu dengan pikiran secara sadar. Bukan seperti robot yang hanya melakukan pekerjaan sesuai dengan perintah.
Misalnya saat kita sebenarnya sudah terlalu banyak mengerjakan satu tugas, tapi tidak bisa menolak tugas tambahan yang diberikan atasan tanpa memikirkan kondisi mental yang mungkin sudah lelah bekerja. Akhirnya, kita harus memaksa diri untuk tetap bekerja dan tidak berani meminta kelonggaran pada atasan untuk dapat beristirahat.
Pernah nggak bertanya kenapa sih kita suka sekali mindless saat bekerja?
Terjebak dalam budaya kerja yang mindless
Yup, inilah alasan utama kita bekerja tidak wawas diri. Entah dari kapan, kita sepertinya memahami “kerja keras” itu artinya bekerja sangat keras tak peduli apapun yang harus dilakukan. Semakin sulit pekerjaan dan tantangannya, semakin kita dekat dengan kesuksesan. Tapi, sadar tidak kata “keras” ini sendiri tidak ada tolak ukurnya. Sayangnya, berbagai film Hollywood yang membawa kampanye American Dream sering menampilkan kerja keras sebagai sebuah kegiatan lupa waktu, rela lembur dan bekerja sepanjang hari bahkan saat akhir pekan. Semua demi mencapai karier tinggi dan mendapatkan pengakuan.
Hustle culture atau secara gamblang bisa diartikan sebagai budaya sibuk yang mendorong kita melakukan banyak pekerjaan dalam satu waktu alias multitasking juga menjadi bagian dari siklus kerja yang mindless. Budaya yang terutama terjadi di kota besar seperti kota Jakarta ini sudah digaungkan sejak lama. Dan karena kita sering berada dalam lingkungan yang juga melakukan budaya ini, maka nggak heran kita seakan menormalisasi. Seakan-akan kalau kita tidak melakukan hal yang sama, kita tidak normal dan tidak bisa maju seperti orang lain.
Burn out hasilkan ketidakseimbangan hidup
Akhirnya.. Siklus kerja yang mindless berujung pada burn out. Burn out adalah kondisi kelelahan emosional yang disebabkan oleh stres berat di pekerjaan. Kalau sudah terserang burn out, kita tidak hanya akan merasakan kelelahan fisik. Tapi juga kelelahan emosional. Alhasil, kita akan lebih sulit mengendalikan emosi (bahkan bisa sampai meledak-ledak) dan menurunkan produktivitas kerja. Nggak jarang, kita bisa sampai benci dengan pekerjaan yang mungkin nggak seburuk itu (tadinya).
Kerja Cerdas bukan Kerja Keras
Secara tidak sadar, siklus mindless work dapat terjadi dalam kehidupan kita karena adanya automaticity atau siklus otomatis yang terjadi. Tanpa adanya kesadaran, kita sudah terbiasa dengan siklus kerja keras yang dimaknai sebagai kerja tanpa lelah. Akhirnya, respon kita dalam pekerjaan pun secara otomatis akan mengikuti pemahaman tersebut. Dalam siklus ini, otak cenderung akan bereaksi sesuai dengan respon yang sering kita gunakan (baca: kita latih).
Manusia memang suka sekali merespon berbagai macam hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari tanpa menyadari dan mengamatinya terlebih dulu. Respon ini terbentuk secara otomatis karena kita sudah terbiasa begitu (dan karena otak manusia memang punya kemampuan untuk merekam dan membuat pola). Kita nggak sadar apa saja yang sudah dilakukan seharian, sampai-sampai nggak sadar telah membuat hidup jauh dari keseimbangan. Padahal dengan membangun kesadaran, kita bisa kerja cerdas. Bukan kerja keras. Saat sudah bisa kerja cerdas, barulah kita sebenarnya berada dalam mindful work.
Melatih diri memulai mindful work
Pertama-tama, sadarilah bahwa sibuk nggak berarti produktif. Artinya, saat kita melakukan banyak hal dalam satu waktu alias multitasking bukan berarti kita produktif. Malah bisa sebaliknya karena kita tidak fokus mengerjakan satu hal dalam satu waktu yang mengakibatkan tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan maksimal. Sebaliknya, monotasking atau mengerjakan sesuatu satu per satu, dengan ritme yang sehat, dapat meningkatkan performa kerja.
Kedua, berikan jeda pada diri sendiri setiap kali pekerjaan mulai terasa berlebihan. Atur napas dan rasakan setiap tarikan dan hembusannya agar pikiran dan tubuh bisa lebih tenang. Di saat sudah mengalami ketenangan, kita mulai bisa menyadari apa yang terjadi saat ini. Biasanya akan mulai muncul pertanyaan seperti “Apakah aku harus melakukan semua tugas ini dalam satu waktu?”, “Apakah perlu mengabaikan kehidupan pribadi dan istirahat demi pekerjaan?”.
Setelah pertanyaan-pertanyaan itu mulai muncul, buatlah skala prioritas. Mana yang harus dikerjakan saat ini dan mendesak dan mana yang bisa dikerjakan esok hari. Dengarkan tubuh dan pikiran ketika ia sudah merasa lelah. Memaksakan diri hanya akan menambahkan tekanan yang akan membuat tubuh dan pikiran stres. Akhirnya, kita nggak bisa bekerja secara optimal pula.
Komunikasikan dengan atasan atau orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan jika sudah merasa berlebihan. Pada dasarnya, membangun komunikasi yang baik dengan atasan dan kolega dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Komunikasikan kebutuhanmu dengan mereka saat pekerjaan mulai terasa berlebihan. Perusahaan dan lingkungan kerja yang sehat akan mengutamakan well-being dan kesejahteraan karyawan. Tentunya ini juga perlu diikuti dengan tanggung jawab kita sendiri untuk mendapatkan kepercayaan mereka. Kalau ternyata respon mereka tidak demikian, mungkin ini saatnya untuk mempertimbangkan kembali apakah kamu berada dalam perusahaan yang tepat untuk membangun karier.
Ingatlah bahwa pekerjaan dan uang memang dapat membantu kita untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi, keduanya bukan segala-galanya yang harus selalu didahulukan untuk bisa bahagia atau mencapai kesuksesan dalam hidup.