MENGENAL BIOPHOBIA DAN BIOPHILIA: MANUSIA DAN KETERTARIKAN PADA ALAM

MENGENAL BIOPHOBIA - web

MENGENAL BIOPHOBIA DAN BIOPHILIA: MANUSIA DAN KETERTARIKAN PADA ALAM

MENGENAL BIOPHOBIA DAN BIOPHILIA: MANUSIA DAN KETERTARIKAN PADA ALAM

Oleh: Bernadia Dwiyani

Apakah kamu pernah merasa sangat aman dan nyaman berada di alam terbuka, atau mungkin saat melewati pepohonan dan mencium bau tanah yang basah setelah hujan? Atau sebaliknya, apakah kamu pernah merasakan takut dan tidak nyaman yang muncul saat berada di alam terbuka? Hmmm, sebetulnya dua hal tersebut memiliki istilah yang mungkin belum terlalu familiar, yaitu “biophobia” dan “biophilia”. Nah, sebetulnya apa sih makna dari kedua istilah tersebut? Lalu, bagaimana cara agar kita bisa tetap tetap merasa nyaman saat berada di alam bebas dan menghilangkan rasa takut saat berada di dalamnya?

BIOPHOBIA DAN KETAKUTAN AKAN ALAM

Studi terkait biophobia menjelaskan akan ketakutan yang berasal dari proses evolusi manusia. Respons fisiologis berupa rasa tidak nyaman muncul dari hasil evolusi. Ini dikarenakan manusia memiliki sistem otomatik di dalam tubuh untuk menjaga diri dari binatang buas, tanaman beracun, dan binatang predator. Otak mengaktifkan status melawan atau melarikan diri, yang memunculkan perasaan tidak nyaman. Dua tahun lalu, saya berkesempatan untuk melanjutkan studi terkait pendidikan alam, akhirnya saya paham bahwa ketakutan yang saya alami berasal dari kurangnya pengalaman saya di alam bebas. Secara progresif saya mengunjungi beberapa tempat di alam terbuka dan pada akhirnya muncul perasaan aman dan nyaman.

BIOPHILIA DAN RASA BAHAGIA DI ALAM BEBAS

Lalu bagaimana dengan rasa nyaman dan sukacita yang kita rasakan saat berada di alam? Biophilia dijelaskan oleh Eric Fromm (1964) sebagai kecenderungan manusia untuk berafiliasi dengan alam dan makhluk hidup lainnya. Edward O Wilson seorang ahli biologi menuliskan, bahwa keterikatan manusia dengan alam sebagai koevolusi genetis dan budaya. Lebih dalam, keterhubungan manusia dan alam dimulai semenjak masa nenek moyang kita. Sehingga tercipta ilmu pengetahuan dan berbagai bentuk kepercayaan yang didasarkan pada hubungan manusia dan alam. Namun, saat ini dengan percepatan konstruksi infrastruktur yang tidak bertanggung jawab, eksploitasi alam, dan penggunaan teknologi sebagai cara manusia menikmati hidup, hubungan manusia dan alam semakin menjauh. Sedangkan studi menunjukkan bahwa menghabiskan waktu di alam berdampak positif pada peningkatan kesehatan fisiologis dan psikologis manusia. Di saat yang sama, biophilia menumbuhkan keterikatan manusia dengan alam dan keinginan untuk hidup selaras dengan alam. Menghabiskan waktu di alam kurang lebih selama 2 jam dapat membantu meningkat kesehatan tubuh, dan menurunkan level kortisol sehingga meningkatkan aktivitas parasimpatetik. Sistem saraf otonom parasimpatetik berfungsi untuk menurunkan kontraksi otot jantung, menstimulasi kelenjar pencernaan, dan mengistirahatkan tubuh. Pada pendekatan kognitif, penelitian menemukan bahwa menghabiskan waktu di alam dapat meningkatkan kemampuan memori, fleksibilitas secara kognitif, dan konsentrasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Gregory Bratman, Phd, asisten profesor di Universitas Washington menemukan bahwa berhubungan dengan alam akan meningkatkan kebahagian, interaksi sosial yang positif untuk memaknai tujuan dari kehidupan, dan meningkatkan kondisi kesehatan mental secara general. Nah, beberapa tips di bawah ini dapat dilakukan agar bisa tetap merasa nyaman dan tidak takut saat berada di alam bebas:

1. Menciptakan hidup yang selaras dengan alam, yaitu tidak melakukan aktivitas yang dapat merusak lingkungan sehingga dapat menghadirkan lingkungan yang tetap nyaman.

2. Menyediakan waktu yang rutin untuk menikmati dan menyapa alam kembali walau hanya sebentar.

3. Menyadari bahwa alam dan manusia memiliki ikatan kuat yang harus dijaga, sehingga kita tidak mudah menjadikan alam hanya sebagai tempat tinggal, melainkan sebagai bagian dari diri yang harus dirawat.

Salam Hangat

Bernadia Dwiyani

Seorang sarjana Psikologi Universitas Indonesia dan telah meraih gelar Master of Outdoor and Sustainability Education di Linköping University, Sweden. Hari-harinya dipenuhi dengan menikmati serta mengembangkan kemampuan profesionalnya di bidang yang terkait dengan reformasi pendidikan dan kesejahteraan holistik.

Tinggalkan pesan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *