Bukan Sekadar Berjalan: Makna Simbolis dan Tujuan Spiritual di Balik Tradisi Thudong

old-ruin-stupas-borobudur-against-sky-sunset_11zon

Bukan Sekadar Berjalan: Makna Simbolis dan Tujuan Spiritual di Balik Tradisi Thudong

Bayangkan berjalan berhari-hari di bawah terik matahari, melewati kota-kota asing, hutan, jalanan berbatu, hanya dengan sepasang sandal lusuh dan selembar jubah sederhana. Tidak ada peta yang memandu selain keyakinan di dalam hati. Tidak ada tempat berlindung kecuali kesabaran. Inilah Thudong: sebuah perjalanan panjang yang tidak hanya menguji kekuatan fisik, tetapi membentuk ulang makna kehidupan itu sendiri.

Tahun ini, 38 bhikkhu dari Thailand memulai perjalanan thudong mereka menuju Candi Borobudur. Mereka melangkahkan kaki sejak Februari 2025, melintasi negara demi negara, membawa hanya semangat Waisak dan harapan akan dunia yang lebih damai. Menurut laporan, para bhikkhu dijadwalkan mencapai Borobudur pada 10 Mei 2025. Setiap langkah mereka adalah bisikan sunyi tentang ketabahan, pengorbanan, dan keyakinan yang tak tergoyahkan.

Mengenal Ritual Thudong: Sebuah Perjalanan Spiritualitas

Thudong lebih dari sekadar perjalanan fisik. Ia adalah praktik kuno yang berakar dari ajaran Buddha, sebuah bentuk latihan keras (dhutanga) yang menantang para bhikkhu untuk meninggalkan kenyamanan duniawi. Dengan berjalan kaki, para bhikkhu belajar merangkul ketidakpastian, membiarkan dunia membuka jalan tanpa paksaan, tanpa rencana pasti.

Tidak ada hotel mewah atau makanan lezat dalam perjalanan ini. Hanya kemurahan hati orang-orang yang mereka temui di sepanjang jalan, dan ketulusan hati untuk menerima segala kondisi hujan, panas, lapar, kesendirian sebagai bagian dari latihan batin. Thudong adalah tentang berserah, berjalan tanpa beban, dan membiarkan setiap langkah menjadi doa yang hidup.

Tujuan Utama di Balik Praktik Thudong

Tujuan thudong bukanlah sekadar sampai di tempat tujuan. Bagi para bhikkhu, yang lebih penting adalah perjalanan itu sendiri. Setiap rasa lelah, setiap malam tidur di bawah bintang, setiap butir keringat yang jatuh ke tanah semua itu adalah pelajaran diam-diam tentang melepas keinginan, melembutkan ego, dan meresapi setiap detik keberadaan dengan penuh kesadaran.

Dalam diamnya perjalanan, para bhikkhu belajar mendengarkan suara-suara kecil di dalam diri suara ketakutan, keinginan, penolakan dan melepaskannya satu demi satu. Thudong mengajarkan bahwa kedamaian sejati tidak ditemukan di tempat tujuan, tetapi tumbuh di setiap langkah yang kita ambil dengan penuh perhatian dan cinta.

Durasi dan Ketahanan: Berapa Lama Thudong Dilakukan?

Ritual thudong tidak mengenal batas waktu yang pasti. Semuanya bergantung pada jarak, kondisi fisik, dan ketulusan hati. Untuk perjalanan tahun ini, para bhikkhu berjalan hampir tiga bulan, melewati berbagai negara hingga akhirnya tiba di Indonesia.

Bayangkan, setiap hari mereka harus menempuh puluhan kilometer dengan hanya satu set pakaian di tubuh. Tidak ada kendaraan, tidak ada perlindungan dari hujan atau panas, tidak ada jaminan bahwa ada makanan yang menunggu di ujung hari. Yang mereka bawa hanyalah keyakinan bahwa setiap kesulitan adalah latihan untuk membersihkan hati, memperkuat niat, dan memperdalam rasa syukur.

Peran Thudong dalam Proses Pengembangan Spiritual

Thudong adalah sebuah perjalanan masuk ke dalam diri. Dalam keheningan langkah-langkah itu, para bhikkhu menghadapi dirinya sendiri: ketakutan yang tersembunyi, kemarahan yang terpendam, keinginan yang mengikat. Semuanya muncul, satu demi satu, di tengah kesunyian jalanan panjang.

Namun, bukannya dihindari, semua itu dihadapi dengan penuh kesadaran. Dalam setiap rasa sakit, ada pelajaran tentang ketidakkekalan. Dalam setiap rasa lelah, ada latihan tentang ketulusan. Thudong menjadi sebuah laboratorium hidup di mana Dhamma ajaran Buddha tidak hanya dibaca, tapi dialami sepenuhnya, dengan tubuh dan jiwa.

Makna Simbolis di Balik Tradisi Berjalan Kaki dalam Thudong

Berjalan kaki, dalam konteks thudong, adalah lambang dari perjalanan spiritual manusia. Tidak ada jalan pintas. Tidak ada kemewahan. Setiap kemajuan harus ditempuh dengan kerja keras, ketekunan, dan kesabaran.

Dalam langkah-langkah para bhikkhu itu, kita bisa menemukan pantulan perjalanan kita sendiri. Kita semua berjalan dalam kehidupan, dalam pencarian makna, dalam pergulatan batin kita. Kadang lambat, kadang tersandung, kadang ingin berhenti. Tapi seperti para bhikkhu thudong, kita diajak untuk terus melangkah, setapak demi setapak, dengan penuh cinta dan kesadaran, hingga akhirnya kita menemukan Borobudur dalam diri kita sendiri: tempat di mana kedamaian sejati bersemayam.

Dalam setiap langkah para bhikkhu Thudong, kita menemukan refleksi perjalanan spiritual manusia: ketekunan, pengorbanan, dan pencarian makna sejati. Tradisi ini mengajarkan bahwa kedamaian bukan ditemukan di akhir perjalanan, melainkan di setiap langkah yang dijalani dengan penuh kesadaran. Thudong adalah latihan untuk melepaskan, hadir sepenuhnya, dan menyatu dengan kehidupan apa adanya.

Untuk merasakan dan memperdalam makna ini, mari bergabung di Unveiling Borobudur Vol.3, sebuah pengalaman spiritual dan budaya yang akan digelar 19–20 Mei 2025 di Balkondes Borobudur dan Candi Borobudur. Acara ini mengajak kita merayakan Hari Raya Waisak dengan rangkaian kontemplasi, walking meditation, pameran budaya, talkshow spiritual, serta menyaksikan momen sakral ribuan lilin dinyalakan di pelataran Candi. Temukan perjalanan batinmu di Unveiling Borobudur Vol.3 mari kita bertemu dalam keheningan yang penuh makna.

 

Tinggalkan pesan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *