Bagaimana Menjadi Seorang Ibu yang Mindful di Tengah Lingkungan Patriarki?

Bagaimana Menjadi Seorang Ibu yang Mindful di Tengah Lingkungan Patriarki

Bagaimana Menjadi Seorang Ibu yang Mindful di Tengah Lingkungan Patriarki?

Bagaimana Menjadi Seorang Ibu yang Mindful di Tengah Lingkungan Patriarki?

“Sumur, dapur, kasur” adalah tiga kata yang sering direpresentasikan sebagai tempat utama bagi para perempuan. Katanya, setinggi dan sejauh apapun perempuan berkelana, pada akhirnya mereka akan menetap pada ketiga tempat tersebut, terlebih ketika mereka sudah menikah dan memiliki buah kasih. Makanya, enggak heran kalau di zaman yang serba canggih seperti saat ini, masih banyak karyawan-karyawan perempuan yang memutuskan berhenti kerja ketika sudah berumah tangga. Atau, ada yang tetap bekerja namun harus menanggung beban ganda. Sebab, mereka tidak diberi kesempatan untuk menentukan atau melanjutkan impian. Tapi, apakah sebetulnya hal tersebut dapat dibenarkan adanya?

Hal yang akan kamu baca dari artikel ini:
– Memahami pentingnya menjadi ibu yang mindful.
– Memahami cara menghadapi patriarki dengan mindful.

Daftar Isi:
– Mengapa seorang perempuan perlu menerapkan hidup mindful saat menjadi ibu?
– Bagaimana cara menjadi ibu yang mindful di tengah banyaknya stigma dan praktik patriarki?

Mengapa seorang perempuan perlu menerapkan hidup mindful saat menjadi ibu?
Menjadi seorang ibu di lingkungan patriarki memang enggak mudah. soalnya mereka dibebankan dengan beragam stigma yang menganggapnya sebagai makhluk lemah dan enggak berdaya. Makanya, mereka dituntut untuk hanya menjadi pekerja domestik dan sulit mengeksplorasi diri di ruang publik. Tapi, di satu sisi, perempuan atau seorang ibu justru memiliki beragam ekspektasi sosial yang menuntutnya untuk sempurna dalam merawat rumah tangga, seperti menjaga anak seorang diri, melayani suami, bersih-bersih rumah, memasak, dan beragam pekerjaan rumah tangga lainnya yang ia emban sendiri. Hal itulah yang kalau dilakukan tanpa penuh kesadaran, bisa-bisa seorang ibu akan sering mengesampingkan kebutuhan pribadinya dan bisa mengalami stress. Namun, enggak semua ibu dalam lingkungan patriarki akan mengalami stres dengan tingkat yang sama. Beberapa perempuan mungkin memiliki dukungan yang kuat dan mampu menavigasi sistem ini tanpa merasa terlalu terbebani. Sebab, kita harus ingat bahwa sejatinya pengalaman setiap individu tentunya berbeda-beda.
Meskipun demikian, penting bagi seorang ibu untuk menciptakan keseimbangan yang sehat antara memberikan perhatian kepada keluarga dan juga diri sendiri, seperti mengalokasikan waktu untuk kegiatan pribadi, hobi, dan olahraga yang dapat membantu menjaga keseimbangan emosional dan fisik mereka.

Lalu, bagaimana cara agar bisa tetap menjadi ibu yang mindful di tengah lingkungan patriarki?
1. Mengasah Kesadaran Diri
Perjalanan menjadi ibu yang sadar dimulai dengan memahami diri sendiri. Kita bisa lebih dalam lagi berjalan ke dalam diri kita sendiri agar dapat mengetahui secara pasti identitas diri kita. Dengan begitu, kita dapat berdiri teguh dalam mengedepankan hak-hak yang harus kita miliki sebagai seorang ibu. Selain itu, memahami diri sendiri juga dapat membuat kita dapat menyelaraskan antara harapan sosial dengan kebutuhan pribadi yang harus kita jalani.

2. Menerapkan Self-Compassion
Tahu enggak sih, kalau sebetulnya self compassion ternyata punya peran sentral bagi para perempuan yang mengemban peran ibu? Kenapa? Soalnya, dengan menerapkan self compassion, seorang ibu akan lebih mengapresiasi dan mengasihi diri di tengah lingkungan yang terus menerus mengurungnya pada lingkaran ekspektasi. Dengan begitu, ia dapat membangun pondasi diri dan emosional menjadi lebih kokoh.
Salah satu contoh penerapan self compassion yang bisa dilakukan untuk menjadi ibu mindful adalah dengan memandang sebuah kesalahan sebagai pengalaman yang dapat membuatnya bertumbuh, bukan sebagai dosa yang membuatnya menjadi rapuh dan membenci diri sendiri. Selain itu, dengan menghargai dan mencintai diri sendiri, seorang ibu akan lebih mampu menciptakan lingkungan yang mendukung kesetaraan gender ke dalam perubahan sosial yang lebih luas lagi.

3. Self-Empowerment: Menyuarakan Pemikiran dan Keinginan
Kepercayaan diri adalah hal penting bagi seorang ibu agar dapat merasa berdaya dalam mengambil keputusan yang memengaruhi diri dan keluarga yang dimiliki. Untuk itu, saat menjadi seorang ibu, kita harus lebih berani menyuarakan isi hati dan pemikiran kita melalui keterampilan komunikasi yang efektif. Dengan begitu, kita dapat terbiasa untuk tidak memaksakan diri dalam melakukan sesuatu yang di luar kapasitas kita. Walaiupun begitu, pahami kembali bahwa sejatinya kita harus tetap merefleksi diri sebelum mengambil keputusan atau menyuarakan pemikiran yang kita miliki. Hal itu tentu saja sebagai salah satu bentuk tindakan mindfulness, yaitu tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Seorang ibu bisa mencoba untuk berhenti sejenak dari segala aktivitasnya dan duduk dengan rileks sambil menghembuskan napas yang teratur selama 90 detik agar bisa memilah hal-hal yang dapat berdampak positif bagi dirinya tanpa harus membuat pihak lain terluka.

4. Berdiskusi dan Berbagi dengan Anggota Keluarga Lainnya.
Di dalam sebuah keluarga, penting bagi kita untuk menciptakan lingkungan yang dapat menghargai segala jenis komunikasi terbuka. Sebab, dengan begitu, seluruh anggota keluarga baik ibu, ayah, maupun anak bisa berdiskusi akan peran dan tanggung jawab secara adil. Dengan begitu, hubungan yang harmonis akan terjalin dengan saling memberi dukungan antar anggota keluarga dengan penuh kesadaran. Selain itu, berbagi dan berdiskusi juga dapat meminimalisir praktik patriarki di dalam lingkungan keluarga, sebab semua anggota keluarga telah dapat memahami bahwa semuanya memiliki nilai yang setara dan sederajat tanpa memandang gender.

5. Berlatih menumbuhkan rasa syukur dengan menghargai segala yang dimiliki
Memiliki rasa syukur sejatinya menjadi hal penting yang harus dimiliki bagi para ibu, terutama mereka yang tinggal di lingkungan patriarki. Sebab, berbagai tekanan dan ekspektasi yang dihadapi akan membuatnya sulit untuk berpikir jernih dalam melihat hal-hal positif di sekelilingnya. Rasa syukur tentunya dapat membantu seorang ibu untuk melihat hal-hal baik yang tertimbun di antara gundah gulananya yang hidup di tengah lingkungan patriarki. Contohnya, seperti mencoba melihat hal-hal positif yang dimiliki oleh anggota keluarga lainnya. Dengan begitu, kita bisa lebih mudah untuk merasa tenang dan berwelas asih kepada anggota keluarga lainnya dengan mendiskusikan hal-hal yang kita pikirkan tanpa diselimuti rasa kesal atau marah terus menerus atas perilaku mereka.

Tinggalkan pesan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *